
Jambi, Boemimelayu.id – Perkumpulan Makatara (masyarakat anti kerusakan lingkungan hidup dan tata ruang) melaporkan pelaku usaha yang terindikasi menggunakan kawasan lindung di kel. Aur kenali Kec. Telanai pura kepada pihak berwenang. Hal ini mereka lakukan sebagai wujud peran serta masyarakat dalam pembangunan berkelanjutan yang selaras dengan ketentuan rencana tata ruang (RTR) dan ketentuan perlindungan lingkungan hidup (PPLH) di Kota Jambi.
“indikasi pemanfaatan kawasan lindung di lokasi ini terindikasi dilakukan oleh entitas perizinan berusaha berbasis resiko (PBBR). Maka itulah indikasi ini kami laporkan ke walikota Jambi selaku kepala daerah kota jambi, Dinas LH selaku pemangku lingkungan hidup kota jambi, dan kepala kantor pertanahan ATRBPN selaku pemangku tata ruang Kota Jambi. Karena permasalahan ini harus disikapi sesuai ketentuan perundangan-undangannya” ujar Willy Marlupi, Sekretaris Umum Makatara, Selasa (10/8/2025).
Sebab penggunaan lahan yang diduga oleh PT SAS ini, kata Willy, tergolong jenis PBBR berisiko tinggi dan perlu jangka waktu lama yang tentunya berdampak terhadap sosial dan lingkungan sekitar, keselamatan dan kesehatan warga sekitar, kualitas sumber air pdam yang ada disekitar, pasar rakyat yang ada disekitar, perkantoran, dsb, karena di wilayah ini sudah padat penduduk dan sudah padat jalan raya.
Apa yang dilaporkan Makatara ke pemerintah dalam hal ini pemda dan pemerintah pusat, kata Willy, bukan hanya sebatas dugaan pemanfaatan kawasan lindung yang harusnya dijaga dilindungi tapi juga bertekanan tentang ketidakpatuhan terhadap rencana tata ruang atau pemanfaatan ruang.
Menggarap kawasan lindung adalah wujud ketidakpatuhan terhadap rencana tata ruang (RTR). Pelaku usaha tidak cukup (misalnya berdalih) sudah ada kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR) atau mengaku sudah memiliki persetujuan KKPR begitu saja. Karena KKPR dan PKKPR tidak bisa bertentangan dengan ketentuan perlindungan lingkungan hidup dan ketentuan rencana tata ruang yang sudah ditetapkan pemerintah. Justru sebaliknya, pemohon KKPR atau PKKPR harus berpedoman pada ketentuan dalam KKPR atau PKKPR yang telah diberikan.
Jika dalam praktiknya terindikasi ketidakpatuhan maka pemerintah bisa saja mencabut atau membatalkan KKPR atau PKKPR itu. Apalagi pemerintah kota jambi sudah menetapkan peraturan daerah tentang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup dan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah.
“Pemko saat ini sedang menyusun rencana detail tata ruang (RDTR) dan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Apa yang dilakukan pemko adalah wujud dari amanah peraturan pemerintah tentang penyelenggaraan penataan ruang karena pemko sudah membuat rencana tata ruang wilayah yang harus dirincikan menjadi rencana detail tata ruang (RDTR).
Maka itu selaku masyarakat kami menyampaikan temuan tentang pemanfaatan ruang yang terindikasi ketidakpatuhan terhadap rencana tata ruang dan perlindungan lingkungan hidup agar temuan ini bisa ditindaklanjuti sebagaimana aturan dan ketentuannya” ujar Sekum Makatara ini.
Apa yang Makatara laporkan sejatinya adalah peran serta masyarakat sebagaimana diatur dalam uu penataan ruang dan uu pengelolaan perlindungan lingkungan hidup, peraturan pemerintah tentang penyelenggaraan penataan ruang, peraturan menteri tentang pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang, kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, peraturan daerah kota jambi No.5/2024 tentang rencana tata ruang wilayah, dan peraturan daerah kota jambi No.4/2020 tentang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup.
“Laporan yang kami sampaikan tentu berbasis data, hasil analisis data dan verifikasi data. Semoga ditindaklanjuti sebagai wujud penghormatan kita atas ketentuan pemanfaatan ruang dan ketentuan perlindungan lingkungan di kota jambi” tutup Willy.